BARENISME LITERER
Antologi Puisi
disusun
guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Pendalaman
Sastra Indonesia yang dibina Prof. Dr. Suminto A. Sayuti
oleh:
BAREN
BARNABAS, S.Pd.
NIM 08201289004
JURUSAN SERTIFIKASI GURU MELALUI JALUR PENDIDIKAN
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2008
PERKUTUT
NGAPUNG
Dongeng
buat SAS, Guru Besarku
-Aaaakrh….
Perkutut ngapung
Pergi dari kurung
Naik kereta ekonomi
Guyat-geyot gerbongnya lari
-Aaaakrh….
Perkutut ngapung
Tinggalkan anak dan betina tercinta
Menuju Yogya
Menuju kurung di Karang Malang
Ia perkutut untung
Ia dapat beasiswa
Ia punya cita-cita
Jadi perkutut lurah yang agung!
(Satu tahun kemudian)
-Aaaakrh….
Perkutut ngapung
Membawa sertifikat
Hinggap di punggung betinanya
Melepas hasrat….
-Aaaakrh….
+Eeeekrh….
-Weeekrh….
(Empat puluh lima menit kemudian)
Perkutut ngapung
Betul-betul beruntung
Membawa rezeki bergunung-gunung
Membuat gembira penghuni kurung
Perkutut ngapung
Kini jadi perkutut lurah
Cita-cita yang ia tabung
Kini tercapai sudah
Ia makan dengan tenang
Betinanya makan dengan senang
Anak-anaknya makan dengan riang
Keluarganya makan hingga kenyang
-Aaaakrh…., aaaakrh…., aaaakrh….
Yogyakarta,
15 Oktober 2008
SONETA
O.D. BUAT SEORANG PROFESOR
Suminto A. Sayuti namamu
Apakah ’A’ di tengah itu Ahmad?
Yang secara etimologi berasal dari
Muhammad
Ah, aku ingin melupakan kata-kata
Shakespeare yang lucu
Matamu memandang tajam, tapi syahdu
Ucapanmu jelas, tegas, namun jenaka dan
agak nekad
Rautmu yang cerah sumringah mengalahkan
usiamu yang lebih dari ½ abad
Impian perawan rupawan juga nyonya single parent kualitas nomor satu
Duh, nada dan gaya bicaramu yang menawan
Meresap dan bersemayam dalam semesta
jiwa
Umpama oase bagi gersangnya padang ilmu
pengetahuan
Seorang profesor dengan filsafat hidup
yang sederhana
Alangkah ringan langkahmu berjalan,
tiada beban
Sosok ilmuwan sekaligus seniman, serba
bisa, dan langka
Yogyakarta,
16 Oktober 2008
SEBUAH DIARI: CERMIN
UNTUK DOSENKU
Lima
belas tahun tambah sembilan bulan tambah enam hari jarak usiaku denganmu.
Terbit pertanyaan dalam benakku, bisakah nanti aku sepertimu: kaya akan ilmu,
kaya akan kalbu?
Tahun 1989 aku pernah kuliah melewati Selat Sunda,
menuju Unila, hanya untuk mengejar diploma tiga. Tiga tahun aku di sana,
menunggu surat ikatan dinas dari Jakarta yang tak pernah kunjung tiba, entah
kenapa.
Tahun
1992 aku pun pulang, menuju kampung halaman yang kusayang, Ciamis yang selalu
kukenang. Aku menjadi guru sukarelawan di SMP Gunung Cupu. Honorku sebulan lima
belas ribu. Karena nombok, kuharus minta tambahan dari ibu. Tiap bulan selalu
begitu. Tiap bulan menahan malu. Tapi, sedikit pun ibu tak pernah menggerutu.
Ayah juga mendorongku untuk terus maju.
Tahun
1995 aku diangkat jadi CPNS di SMP Negeri 2 Cikajang Garut. Pikiranku yang
asalnya kusut, selalu dihantui masa depan yang semrawut, sampai aku lebih
sering cemberut, saat itu aku merasa telah jadi orang yang patut.
Tahun
2000 (orang-orang menyebutnya Abad Millenium). Kupinang kembang sekuntum.
Begitu elok, mekar, dan bermahkota ranum. Hmm, bunga yang harum. Tiada bosan
kucium kukulum. Hingga 1 dan 4 tahun kemudian, kudapatkan dua buah hati yang
membuatku lebih tersenyum.
Tahun
2001 aku kuliah di STKIP Garut untuk memperoleh sarjana, atas restu orang tua
juga istri tercinta, memanfaatkan sisa waktu dan tenaga, kerja di sekolah dan
rumah tangga.
Tahun
2003 ikhtiarku tidak sia-sia, aku diwisuda. Sungguh, aku bahagia dan bersuka cita.
Aku jadi seorang sarjana.
Tahun
2004 ada rapat. Rupanya, kepala sekolah dan teman-teman telah menyusun siasat.
Aku harus mengikuti pemilihan guru berprestasi yang ketat. Aku masuk perangkap
dan terjerat. Tak bisa mengelak apa lagi melompat. Tapi, aku tak mau dicap
pengkhianat. Apa boleh buat, aku harus giat dan kuat. Pengumuman hasilnya
membuatku tercekat, aku sulit percaya dan terperanjat. Dua kali namaku
dipanggil pejabat, gelar juara itu kudapat. Ini benar-benar rakhmat. Tahun ini
jadi tahun keramat, penuh mukjizat.
Tahun
2008 jadi tahun kehormatan. Selain mendapat beasiswa pendidikan, aku menerima
bantuan penelitian tindakan. O, anugrah dari Tuhan. Aku bersyukur penuh
kebahagiaan.
Sekarang
aku kuliah lagi di Universitas Negeri Yogyakarta. Aku betul-betul bangga. Berhimpun
mahasiswa Jawa dan Sunda di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Seia sekata.
Ibarat The Three Muskeeters yang
selalu berteriak, ”One for all, all for
one!” atau ”Satu untuk semua, semua untuk satu!” katanya. Ya, pokoknya satu
saudara.
Di
sini kukenal seorang dosen nan rancak. Adalah penulis buku ”Semerbak Sajak”. Penampilannya begitu Cadillac. Beliau sama sekali tidak seperti pantat truk yang selalu
”Jaga Jarak”. Kuliahnya semangat selalu kocak. Kami menyimaknya dengan kompak. Sekali-sekali
terbahak-bahak, ngakak. Suasana begitu hidup laksana air terjun beriak-riak.
Karena itu, kami tidak merasa jadi budak, apa lagi diinjak. Terbersitlah
keinginan seperti beliau: cakap, intelek, dan bijak. Kutancapkan tekad mencari
dan mengikuti jejak. Semoga tercapai segala kehendak.
Yogyakarta, 16 Oktober 2008
SERTIFIKASI JALUR PENDIDIKAN
Kutahu
jalan ini lama
Tapi
kutempuh juga
Karena
dengan jauhnya
Langkah
lebih bermakna
Yogyakarta, September 2008
Sumber gambar:
HOBI
Serdadu-serdadu menyerbu
Bertumpah darah yang Satu
Dalam peperangan mahaseru
Para perwira angkat senjata
Kuda-kuda berderap menuju singgasana
Berlomba mengepung sang raja
Korban berjatuhan
Jadi pahlawan
Dielukkan atau terlupakan
Menteri tak mau kompromi
Jaga gengsi pasang aksi tak perduli
Mengatur strategi
Skak mat di depan mata
Raja tak berdaya
Raja kehilangan nyawa
Tahukah Anda hobiku
yang pertama?
Laki-laki wajar kencing berdiri
Ingat, waktu kecil sekali
Menulis angka dengan air seni
Dibuat pula sepeda di tanah
Atau binatang berpuluh wajah
Lupa nasehat ibu dan ayah
Ketika remaja, khayalan makin menggila dan berkuasa
Dengan menggunakan tinta cina
Kukanvaskan wanita telanjang hingga paha:
Subur dadanya, subur rahimnya, bahkan subur
birahinya (demikian Ahmad Tohari dalam ”Rumah
yang Terang”) berkata.
Karena orang Islam dan kakek
seorang ajengan
Semua itu disembunyikan
Jika ketahuan, maka kena dampratan,
”Jangan bikin begituan, di akhirat
nanti kau harus menghidupkan!”
Tahukah
Anda hobiku yang kedua?
Dengarlah Ian Antono menyayat gitar
listrik
Atau Totok Tewel yang bisa
meringkik
Di atas stage act bermain musik
Atau ini, pria flamboyan berjenggot bercambang
Dengan jubah dan gitar disandang
Berkhotbah sambil berdendang, ”Begadang jangan
begadang!”
Dari Koes Plus, The Mercys, hingga Dewa
Dari Iwan Fals, Ebiet G. Ade, hingga Rhoma Irama
Dari Indonesia hingga Malaysia
Vokal mereka saban hari dikunyah dimamah
Diuji coba rekaman di dapur rumah
Kadang di sekolah dan pesta orang nikah
Dangdut, jazz, kasidah, tak masalah
Pop, rock, lagu daerah, pun ditadah
Semua vokal ditiru mentah-mentah
Tahukah Anda
hobiku yang ketiga?
Ini dia yang terakhir sekali
Bermain kata dari hati dan naluri
Bertabur majas, rima, juga diksi
Buatlah surat cinta dengan ini
Maka bertekuk lutut puluhan bidadari
Enggan berpisah, mengantre dan menanti
Dulu pernah ikut lomba cipta
Waktu Bulan Bahasa ’92 di FKIP Unila
Lumayan dapat juara III
Sampai detik ini masih juga belum berani
Merangkai sebuah antologi
Atau sekedar berkirim ke koran pagi
Nah, masih
tahukah hobiku yang keempat ini?
Yogyakarta, 16 Oktober 2008
PERTANYAAN
ATAS PERNYATAAN
Catatan
kecil dari Studium General di Pendopo Tejo Kusumo
Apakah engkau reinkarnasi
dari Ki Hajar Dewantara
beribu kandung Dewi Sartika
dan punya bibi R.A. Kartini?
Apakah
engkau reinkarnasi
dari
Soekarno
berbapak
kandung Ronggo Warsito
dan
punya paman Multatuli?
Apakah engkau reinkarnasi
dari Rabindranath
berkakak kandung Amir Hamzah
dan punya adik Radja Ali Hadji?
Kapankah
segera kudapat jawaban pasti?
Yogyakarta, 17 Oktober 2008
REFLEKSI
DUA SISI
Aku membeli es campur
Kudapat pula semut tercebur
Aku
membeli sayur
Kudapat
pula ulat terbujur
Aku menanam padi
Kudapat pula rumput-rumput teki
Aku
menyembah Illahi Rabbi
Kudapat
pula iblis di hati
Ah, mengapa ya, Tuhan
Kadang yang tak diinginkan
Datang merusak impian dan harapan?
Yogyakarta,
18 Oktober 2008
PESAN
HIDUP
Jadilah seperti air kali
Menyusuri alur sendiri
Menuju muara hati
Jadilah seperti api matahari
Menyala tiada henti
Menyinari alam ini
Yogyakarta, 18 Oktober 2008
MATADOR
DALAM KIRATA BASA BUDAK BANGOR
(Rekreasi buat
Ajip Rosidi)
Matador itu:
I
Mungkin berasal dari kata ’mata’ dan
’dor’
Ya, dulunya mata-mata kemudian banting stir karena takut di-dor
II
Boleh jadi berasal dari kata ’mat’ dan
’ador’
’Mat’ itu sapaan untuk laki-laki jagoan dan ’ador’ berarti berkelana
Bedanya dengan Mat Peci adalah:
Mat Peci mati karena di-dor polisi
Mat Ador mati karena kejedor banteng kheki
III
Bisa pula berasal dari kata ’Ma’ dan
’Tador’
’Ma’ itu dari kata ’mama’, panggilan
takzim untuk orang yang tinggi ilmunya dan banyak mantranya
’Tador’ itu ’teu tidadalagor’ atau tidak nabrak-nabrak
Bedanya dengan Ma Erot adalah:
Ma Erot menciptakan lelaki perkasa dan
diadukan dengan ’bunting’
Ma Tador tercipta sebagai lelaki perkasa
dan diadukan dengan ’banteng’
IV
Yang pasti, ’mata’ ya mata dan ’dor’ ya
dor
Artinya, mata harus selalu awas kalau tak mau kejedor
Yogyakarta, 18 Oktober 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
This blog contains things related to education and learning. More specifically, it is closely related to Indonesian Language and Literature. You can also participate in appreciating this blog, at least by reading it, taking lessons in it, or making comments. Hopefully it will be useful for enriching insight, loving Indonesian language and literature, and advancing education in Indonesia.
Biasakan berkomentar setelah membuka atau membaca materi di blog ini. Terima kasih.