Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

Rabu, 14 Januari 2009

COOPERATIVE LEARNING PLUS KARYAWISATA DALAM MENULIS LAPORAN (METODE EFEKTIF MENUJU PEDAGOGIK TRANSFORMATIF)



 Gambar: Gedung KPGS https://www.kabariku.com/baca/news/201806-2908/banyak-kolektor-susu-ancam-usaha-kpgs-cikajang.html

MODEL TRANSFORMASI BIDANG EKONOMI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS LAPORAN

oleh

Baren Barnabas


I. Pertemuan Pertama
Guru memulai pembelajaran setelah para siswa berdoa dan siap belajar. Mula-mula, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada kompetensi dasar ”Menulis Laporan dengan Bahasa yang Baik dan Benar”, yaitu agar para siswa:
1. Mampu melakukan kegiatan observasi dan wawancara untuk keperluan penulisan
Laporan yang mengandung unsur ekonomi.
2. Mampu menyusun kerangka laporan berdasarkan urutan tempat (ruang), waktu, atau kegiatan;
3. Mampu mengembangkan kerangka laporan ke dalam beberapa paragraf dengan menggunakan bahasa yang komunikatif;
4. Mampu menyunting kembali isi laporan dengan memperhatikan ketepatan struktur kalimat, penggunaan ejaan, dan tanda baca.
(lihat Zamzani dan Mbak Itadz, 2008: 27).

”Hari ini, Anda semua akan belajar secara cooperative learning atau berkelompok. Untuk itu Bapak mohon bantuan kepada ketua kelas agar berkeliling ke tiap bangku dan nanti tiap-tiap siswa mengambil potongan kertas ini.” (Guru mengeluarkan kertas warna-warni: merah, kuning, hijau, biru, ungu, oranye, merah muda, dan hijau muda. Bentuknya beraneka: segi tiga, bujur sangkar, empat persegi panjang, lingkaran, bulan sabit, bintang, donat, dan bunga matahari. Potongan-potongan kertas itu kemudian dimasukkan ke dalam kotak kapur bekas [merek ”sarjana”] yang sudah dibungkus kertas warna [tiap bidang sisinya ditutup dengan warna yang berbeda]. Ketua kelas kemudian menyodorkannya kepada seluruh siswa untuk mengambil salah satu potongan kertas berwarna-warni tadi. Ketika mengambil, setiap siswa diharuskan memejamkan mata).
Setelah ketua kelas menyelesaikan tugasnya, guru mengucapkan terima kasih. Kemudian dengan nada humor guru berkata, ”Semua siswa sudah kebagian nasib dan takdirnya.” (Ingat, teknik membagi kelompok dengan cara ini cukup adil dan memiliki dua alternatif, bisa berdasarkan warna ataupun bentuk kertas. Pilih sesuai dengan kebutuhan).

”Maksud Bapak adalah nasib dan takdir dengan siapa Anda berkelompok sekarang. Silakan bergabung para pemilik kertas yang bentuknya sama. Susun tata letak bangku berbentuk formasi letter ”U” atau tapal kuda agar Anda nyaman dalam kerja kelompoknya serta Bapak mudah mengamati, memeriksa, dan membimbing setiap kelompok. Jangan lupa, kelompok Anda beri nama dengan nama koran, tabloid, atau majalah yang menjadi favorit kelompok Anda!” (Didapat sejumlah delapan kelompok sesuai dengan jumlah bentuk kertas yang tersedia, setiap kelompok berjumlah lima orang, jumlah siswa kelas yang bersangkutan memang 40 orang. Hal ini sudah diperhitungkan karena pendekatan yang dipakai adalah Tipe Investigasi kelompok atau Kelompok Penyelidikan [lihat Zamzani dan Mbak Itadz, 2008: 38]. Didapat pula nama-nama kelompok, seperti Pikiran Rakyat, Mangle, Giwangkara, Garut Pos, Priangan, Gaul, Hai, dan Seputar Indonesia). Tentang kelompok belajar ini, Sa’di (dalam Nakosteen, 2003: 123) mengiaskan dengan indah, ”Dahulu, aku adalah sepotong tanah liat yang tidak berharga, tetapi karena selalu berteman dengan bunga-bunga mawar, maka bau harum sahabatku mengalir ke dalam zatku. Kalau aku tidak bergaul dengannya, tentu aku masih menjadi sebongkah tanah liat yang hina.”

Setelah itu, untuk mengaitkan tentang pentingnya ketelitian dalam observasi (pengamatan) siswa dihibur dengan cerita jenaka yang disajikan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Mbak Itadz (2008: 152) bahwa anak-anak sangat menyukai humor. Anak-anak juga akan terbantu dengan humor.
Selain itu, bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan keterampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis, dan menyimak .... (Mbak Itadz, 2008: 20).
Ketika bercerita, guru sungguh-sungguh berperan sebagai pencerita yang baik sesuai dengan karakter yang diceritakan sehingga para siswa merasa terkesan dan terhibur karenanya. Pesan yang tersirat juga dapat tertangkap oleh mereka. Cerita yang dimaksud adalah sebagai berikut.

SI KABAYAN JALAN-JALAN

Tahukah kalian tentang tokoh si Kabayan? Dialah tokoh jenaka dalam dongeng-dongeng khas Jawa Barat. Ada sebuah kisah tentangnya, simaklah baik-baik!
Suatu hari, si Kabayan ingin sekali pergi ke kota. Menurut cerita dari para tetangganya, kota itu beda sekali dengan kampung. Di kota itu, bangunannya tinggi-tinggi, besar-besar, megah-megah, dan indah-indah. Kendaraan yang ada di kota juga bukan hanya delman, melainkan banyak dan bermacam-macam. Ada kereta api, motor boat, taksi, bajaj kancil, busway, hingga kapal terbang. Wah, pokoknya semuanya ada di kota.
Singkat cerita, sampailah si Kabayan di kota. Ia begitu takjub. Tak henti-hentinya dia berdecak-decak kagum. Kepalanya berputar-putar ke kiri-ke kanan seperti burung hantu, mengamati keramaian, kemegahan, dan keindahan kota.
Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah bangunan besar berbentuk segi empat yang berada tepat di hadapannya. Si Kabayan menghampiri dan mendekati bangunan itu. Pintu bangunan itu tertutup, besar, dan lebar sekali. Bisa muat 20 orang sekali masuk. Bahannya dari kaca berwarna hitam sehingga apa-apa yang ada di dalamnya tidak kelihatan sama sekali. Si Kabayan terperanjat karena di atas pintu itu ada tulisan DISCOTHIQUE dan di bawahnya ada tulisan OPEN. Ia teringat pada Nyi Iteung, istrinya yang suka membuat kue dari singkong dengan menggunakan ”open”.
Si Kabayan garuk-garuk kepala dan bicara sendiri, ”Ck, ck, ck, glk, glk, glk ..., wah, memang hebat orang-orang kota mah euy, buat open sampe besar gini. Teu bisa dibayangkeun berapa besar kuenya nanti. Siapa , ya, yang akan memakannya? Persiden kitu? Ah, teu mungkin. Persiden ’kan bukan raksasa. Koruptor kitu? Ah, teu mungkin. Koruptor ’kan teu suka kue, koruptor cuma suka uang. Kalau begitu, mungkin kue ini akan dibagikan ke seluruh warga kota. Ya, ya, ya ..., ini berarti saya juga kebagian. Saya ’kan sekarang ada di kota. Jadi, saya juga warga kota, ha ha ha ..., Kabayan orang kota, Kabayan orang kota, ....”
Si Kabayan berjingkrak-jingkrak, joget, jungkir balik, melompat-lompat, bertepuk tangan, salto, koprol, terus cekakakan sendirian. Ia gembira sekali karena pikirnya ia akan mendapat bagian kue besar dari open besar tadi. Lalu si Kabayan menunggu dengan sabar tapi was-was, H2C alias harap-harap cemas.
Akan tetapi, tiba-tiba datang seorang turis kulit putih bercelana pendek hendak masuk ke ”open” tersebut. Si Kabayan memperingatkan turis itu, katanya, ”Hey Mistar, jangan masuk ke sana, bahaya, di dalamnya pasti panas sekali!”
Turis itu tidak mengerti, terus saja masuk tanpa menghiraukan peringatan si Kabayan. Jantung si Kabayan berdebar-debar, ia bersungut-sungut, ”Huh, dasar Mistar Turis, si tuur tiris, boloho, mantangul beak karep, teu bisa diberi tau!”
Beberapa saat kemudian, dari dalam ”open” itu keluar seorang negro, berjalan sempoyongan, mabuk. Tanpa pikir panjang lagi si Kabayan langsung memarahinya, katanya, ”Tuh nya, Mistar, apa saya bilang, jangan masuk-jangan masuk, tau! Panas ’kan di dalam itu? Rasain! Lihat, kulitmu sampe gosong begitu...!” ***
 
”Nah, demikianlah cerita tentang si Kabayan. Seandainya saja si Kabayan teliti dalam melakukan pengamatan, atau setidaknya bertanya kepada seseorang, ia mungkin akan tahu bahwa yang dimaksud dengan discothique itu bukan sejenis kue, melainkan tempat hiburan yang biasa juga menjual minuman keras; dan open itu bukan oven. Open dalam bahasa Indonesia artinya apa?” (Guru bertanya kepada para siswa yang tawanya masih belum reda karena cerita tadi masih terngiang-ngiang di telinga mereka). ”Buka, Pak!” (Mereka menjawab serempak). ”Ya, betul. Sedangkan oven adalah alat untuk memanggang kue. Anda juga tentu tahu, open dan oven adalah dua buah kata yang ejaannya beda, pelafalannya hampir sama, dan maknanya beda ... diistilahkan dengan apa hal seperti itu?” (Para siswa kembali menjawab serempak), ”Homofon, Pak!” Dan guru memuji mereka, ”Para siswa SMP Negeri 2 Cikajang ini memang pintar-pintar!”

”Sekarang, supaya Anda tidak mengalami hal serupa dengan si Kabayan, simak dan amati model laporan ini.” (Guru memvisualisasikannya melalui LCD).

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN
KE PABRIK CHOFSTICK TENSOGE SUMBERJAYA
KABUPATEN CIAMIS

oleh
Baren Barnabas

Pabrik Chofstick Tensoge (sumpit sekali pakai) Sumberjaya didirikan pada tahun 1993 oleh Sutan Muhammad Arief Harahap di Desa Sumberjaya Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Lokasi Pabrik sengaja didirikan di daerah tersebut mengingat kemudahan memperoleh bahan baku berupa kayu pinus yang tumbuh subur, memberdayakan masyarakat desa, serta memberi kontribusi simbiosis mutualisma kepada pengrajin bata merah dalam pemanfaatan limbahnya.
Menurut pendiri sekaligus pemilik pabrik ini, setidaknya ada 20 orang penduduk desa setempat yang dipekerjakan di pabrik itu, 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Perinciannya adalah dua orang staf personalia, dua orang operator mesin sugu, dua orang operator mesin cross cut (pemotong), empat orang operator mesin peace making (pengiris), empat orang operator ruang dryer (pengering), dua orang operator mesin diesel, dan empat orang penjemur.
Ditinjau dari segi ekonomi, keberadaan pabrik ini sangat berpengaruh dalam membangun perekonomian masyarakat desa. Sebab, selain menyerap tenaga kerja, lapangan kerja baru pun tercipta, yaitu kerajinan tangan yang memanfaatkan limbah kayu sisa pemotongan. Para perajin bata merah pun dapat memanfaatkan limbah serbuk dan helai kayu untuk membakar batu batanya. Mereka bisa menghemat modal hingga ratusan ribu karena limbah-limbah itu tak perlu dibeli dan pemilik pabrik pun merasa diuntungkan dengan tidak perlu repot-repot untuk membuang limbahnya.
Masyarakat banyak yang berminat mengembangkan usaha kerajinan tangan sebagai industri rumah tangga. Penghasilan mereka dari usaha sampingan itu rata-rata Rp300.000 s.d. Rp600.000 per bulan. ”Cukup untuk menambah resiko dapur,” ujar seorang ibu yang tengah asyik memungut limbah papan.
Dengan demikian, terciptalah perpaduan yang harmonis antara pabrik, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya. Masyarakat menjadi sejahtera dan lingkungan terjaga kebersihannya. ***

Catatan: model ini dibuat sendiri oleh guru guna mendapat kesesuaian dengan tujuan pembelajaran. Marno dan Idris (2008: 28) mewasiatkan bahwa mendidik dengan keteladanan lebih efektif daripada mengajar dengan perkataan (lisan al-hal af shahu min lisan al-maqal).

”Setelah mencermati laporan tersebut, silakan Anda kerjakan tugas berikut. Nyatakan B jika pernyataan berikut benar atau nyatakan S jika pernyataan berikut salah!” (Kali ini guru membagikan LKS kepada tiap kelompok. LKS yang dimaksud adalah sebagai berikut).

MENCERMATI LAPORAN

Nyatakan B jika pernyataan berikut benar atau nyatakan S jika pernyataan berikut salah!
1. .......... Pabrik Chofstick Tensoge (sumpit sekali pakai) Sumberjaya didirikan pada tahun 1993 oleh Sutan Muhammad Arief Harahap.
2. …….. Mesin pengiris disebut juga cross cut.
3. …….. Simbiosis mutualisma maksudnya adalah hubungan yang saling menguntungkan.
4. …….. Limbah pabrik chofstick tensoge mencemari lingkungan.
5. …….. Adanya pabrik chofstick tensoge menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.
6. …….. Para perajin kerajinan tangan dan bata merah harus membeli limbah pabrik jika mereka membutuhkan.
7. …….. Ditinjau dari segi ekonomi, keberadaan pabrik ini sangat berpengaruh dalam membangun perekonomian masyarakat desa.
8. …….. Penghasilan dari usaha sampingan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga dalam pemanfaatan limbah pabrik tidak mencukupi untuk resiko dapur.
9. …….. Keberadaan pabrik chofstick tensoge di Desa Sumberjaya menciptakan perpaduan harmonis dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
10. …….. Yang ditugaskan sebagai operator mesin peace making berjumlah dua orang.
Setelah para siswa selesai mengerjakan tugas, mereka diminta untuk saling menukarkan hasil pekerjaannya dengan kelompok lain untuk dievaluasi. Adapun kunci jawaban dibacakan oleh guru. Kelompok yang nilainya paling tinggi, ketuanya dikalungi ”bintang emas” yang sudah disiapkan oleh guru.

Latihan berikutnya adalah mendaftar hal-hal yang dilaporkan dalam model laporan di atas. Selain itu, cara mengutip informasi dari narasumber pun dilatihkan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar siswa mendapat gambaran tentang laporan yang akan ditulis mereka nanti. Guru kembali membagikan LKS seperti berikut.

MENDAFTAR HAL-HAL YANG DILAPORKAN

Apa saja yang dilaporkan oleh reporter dalam tulisan di atas? Berilah tanda centang [V] dalam ruang yang tersedia di sebelah kiri aspek berikut!

1. [ ] nama tempat atau lokasi
2. [ ] keadaan wilayah
3. [ ] narasumber
4. [ ] jumlah total pekerja
5. [ ] jumlah pekerja laki-laki
6. [ ] jumlah pekerja perempuan
7. [ ] nama-nama mesin yang dipakai pabrik
8. [ ] kemanfaatan pabrik
9. [ ] pengolahan limbah pabrik
10. [ ] keuntungan pabrik
11. [ ] keuntungan masyarakat
12. [ ] dampak pabrik terhadap perekonomian masyarakat
13. [ ] penghasilan perajin kerajinan tangan
14. [ ] penghematan modal perajin bata merah
15. [ ] hubungan yang terbina antara pabrik dengan masyarakat dan lingkungan 


LATIHAN MENGUTIP DARI NARASUMBER

Ubahlah kalimat langsung menjadi tak langsung atau sebaliknya! Perhatikan contoh nomor satu berikut!
1. ”Upaya tersebut harus didukung pembangunan infrastruktur, penegakan hukum, dan reformasi birokrasi yang semakin bercitra bebas korupsi,” kata ekonom dari Universitas Indonesia, Darwin Zahedi Saleh.
ATAU Ekonom dari Universitas Indonesia, Darwin Zahedi Saleh berkata bahwa upaya tersebut harus didukung pembangunan infrastruktur, penegakan hukum, dan reformasi birokrasi yang semakin bercitra bebas korupsi.
2. Darwin menjelaskan, sikap disiplin nasionalistik dalam mengutamakan penggunaan bahan dan komponen lokal harus semakin ditegakkan.
ATAU....................................................................................................................
3. ”Membanjirnya produk Cina, seharusnya sudah cukup untuk membuat kita sadar akan bahayanya dalam mematikan basis produksi lokal,” demikian kata Darwin.
ATAU....................................................................................................................
4. Menurut Darwin, hal tersebut adalah sikap yang rasional dan bukan sentimental. Sebab, bila bangsa Indonesia hanya bisa membeli dan berdagang produk impor, semakin lama kapasitas produktif semakin ciut, terbatas, dan memperlemah daya serap lokal.”
ATAU....................................................................................................................
5. Darwin berkata, ”Tanda-tanda demikian sudah terlihat dalam beberapa tahun ini. Pertumbuhan sektor manufaktur kita terus direvisi dan di bawah target.”
ATAU....................................................................................................................

 
Setelah para siswa berlatih hingga menguasai dasar-dasar menulis laporan, mereka pun ditugaskan untuk ”turun gunung” atau karyawisata ke luar kelas guna mempraktikkan apa-apa yang didapat di dalam kelas. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disimpulkan Dewey bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi di sekelilingnya (penapendidikan.com, 2009). Sementara itu, Sujana (1991: 87) menyatakan bahwa karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri yang berbeda dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar. (lihat juga Suwarna dkk., 2006: 114; Hidayat dan Rahmina, 1991: 123).

Tugas diberikan kepada seluruh kelompok untuk melakukan perjalanan ke luar kelas. Akan tetapi, pengumpulan data dilakukan secara individu. Maksudnya agar mereka memiliki tanggung jawab sendiri demi keberhasilan kelompok. Mereka diminta untuk mengamati salah satu objek yang diminati (kelompok mana yang lebih dulu menghampiri, merekalah yang berhak mengamati), misalnya kantin Mang Uden, warung siswa, pedagang dorong atau pikul (mi ayam, mi baso, baso tahu, batagor, cilok, cimol, gorengan, rujak, es campur, es krim, atau es cendol) yang ada di areal sekolah. Hasilnya dikumpulkan dan diolah oleh tiap-tiap kelompok sehingga karena saling melengkapi, didapatlah berbagai data dan fakta yang lengkap serta akurat sebagai bahan latihan menulis laporan. 

FORMAT PENGUMPULAN DATA DAN FAKTA
Nama Kelompok : ...................................................................................
Anggota : .................................................................................
Waktu pengamatan : .................................................................................
Objek yang diamati : .................................................................................
Narasumber : .................................................................................
Datadan fakta yang terkumpul: .................................................................................
................................................................................
................................................................................
 
Kegiatan ini diakhiri dengan presentasi singkat setiap kelompok. Hasil latihan menulis laporan juga ditempel di dinding kelas. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk ”wisata hasil karya”, yakni melihat-lihat hasil kerja kelompok lain yang berfungsi sebagai studi komparatif. Guru mengevaluasi hasil kerja mereka, mendemonstrasikan penyuntingan, dan memberikan penghargaan kepada seluruh kelompok dengan yel-yel khas SMP Negeri 2 Cikajang, yaitu tepuk ”Fanatik Fantastik”. 

Terakhir, guru mengemukakan bahwa pada pertemuan selanjutnya semua kelompok akan diajak berkaryawisata tidak hanya ke luar kelas, tapi ke luar sekolah. Kegiatan karyawisata ini bertujuan untuk menulis laporan yang lebih baik lagi dari pertemuan sebelumnya. Kepada mereka diberikan alternatif objek wisata: (1) Radio BEST (Biduri Eka Suara Tama) FM Cikajang, (2) Pabrik Teh Eleng Cikajang, (3) Koperasi Peternak Garut Selatan (KPGS) Cikajang, dan (4) Pabrik Teh PTPN Nusantara VIII Giriawas Cikajang. Tiap-tiap objek memiliki perkiraan jarak dari sekolah berturut-turut: 195 m, 207 m, 210 m, dan 669 m. Dan mereka, dengan suara terbanyak, sepakat untuk melakukan karyawisata ke KPGS Cikajang. Langkah ini selaras dengan apa yang dikemukakan Leonhardt (2005: 105) bahwa hanya pada saat anak diberi kelonggaran dan didorong untuk banyak menulis yang mengasyikkan dan yang berarti bagi mereka, barulah mereka mulai memperoleh kefasihan yang nyata dan rasa kebahasaan yang tinggi. Begitu hal ini terjadi, maka mereka akan mudah diajari format konvensional.

II. Pertemuan Kedua
Pada awal kegiatan, guru mengingatkan kembali para siswa mengenai kegiatan menulis laporan pada pertemuan pertama.
Dalam pertemuan kedua ini, segala sesuatu harus sudah dipersiapkan guru, seperti menghubungi KPGS, surat izin pembelajaran di luar sekolah, surat permohonan izin kepada pimpinan perusahaan yang dituju, serta surat tugas pembimbingan, semuanya dari dan diketahui kepala sekolah. Sudiyana (dalam Efendi [Ed.], 2008: 367) mengatakan bahwa guru selaku pengawal utama dalam mencapai tujuan pembelajarannya perlu mempersiapkan diri secara internal dengan berbagai variasi metode, strategi, gaya, media, dan model penilaian yang relevan. Secara eksternal, guru perlu menjalin jaringan dengan pihak-pihak yang mempunyai akses bagi peningkatan kompetensi anak didiknya secara maksimal.

Guru memberi semacam energyzer dengan mengajak bernyanyi bersama lagu ”Kolam Susu” karya Koes Plus. Lagu ini sengaja dipilih karena dirasa cocok dengan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu karyawisata ke KPGS. KPGS memang menampung, mengelola, dan mendiversifikasikan produksi susu sapi yang dihimpun dari para peternak sapi perah di Garut Selatan. Lagu diperdengarkan melalui media audio, dan teksnya ditayangkan melalui LCD. Dengan demikian, siswa yang belum hafal lagu tersebut bisa bernyanyi bersama. ”Jadi, seperti karaoke berjamaah, ya?”
Mengenai hal ini, Lazanov (dalam DePorter dan Hernacki, 2005a: 72) menyimpulkan bahwa relaksasi yang diiringi dengan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi. (lihat juga DePorter dkk., 2005b: 73; Tyasrinestu dalam Efendi [Ed.], 2008: 108; Hamalik, 1986: 119 - 120).

Setelah itu, guru menugaskan para siswa berkelompok kembali seperti pada pertemuan pertama. Mereka juga ditugaskan untuk menyusun daftar pertanyaan yang nanti akan diajukan kepada narasumber. Kepada mereka juga diingatkan kembali mengenai metode ”Baren Wartawan Si Adik Mba”: Beritahu Aku (tentang) RENcanamu (mencari data, fakta, informasi) wahai WARTAWAN (yang selalu bertanya) SIapa, Apa, DI mana, Kapan, Mengapa, dan BAgaimana. 

Bilamana semua persiapan sudah beres, seluruh kelompok berbaris menuju lapang upacara. Di bawah tiang bendera, mereka disalami serta dikalungi tanda peserta karyawisata oleh kepala sekolah. Kartu yang sudah disiapkan (dengan bantuan dari staf TU) tersebut terbuat dari karton biru dengan ukuran 10 X 15 Cm. Karton itu dibungkus plastik, tiap ujung bagian sudut atas (kiri dan kanan) dilubangi kemudian diikat dengan benang kasur berwarna putih. Panjang benang itu kira-kira 65 Cm (seperti KPPS Pemilu). Acara pelepasan dengan pengalungan kartu sederhana ini tentu memberi sugesti kepada para siswa bahwa kegiatan yang akan dilakukan itu penting dan seyogianya dijalani dengan sungguh-sungguh serta penuh tanggung jawab. Selain itu, acara ini diharapkan memupuk rasa senang siswa terhadap pelajaran. Adapun kartu yang dimaksud dapat dideskripsikan sebagai berikut.

KARYAWISATA
KE KOPERASI PETERNAK GARUT SELATAN
(KPGS)
PEMBIMBING
Nama : BAREN BARNABAS, S.Pd.
NIP : 132136329
Unit Kerja : SMP Negeri 2 Cikajang
Mengetahui
Kepala Sekolah,
ttd
Drs. H. Amus Suryaman, M.Pd.
NIP 131163701
KARYAWISATA
KE KOPERASI PETERNAK GARUT SELATAN
(KPGS)
PESERTA
Nama : ......................................
Kelas : ......................................
Sekolah : SMP Negeri 2 Cikajang
Pembimbing : Baren Barnabas, S.Pd.
Pas Foto  

Mengetahui
Kepala Sekolah,
Ttd
Drs. H. Amus Suryaman, M.Pd.
NIP 131163701
Selanjutnya, seluruh siswa dengan bimbingan guru berangkat ke objek karyawisata. Di sepanjang jalan, mereka diajak menyanyikan ”Mars SMP Negeri 2 Cikajang” sebagai penyemangat. Setelah sampai, guru menugaskan setiap kelompok untuk mencari dan menemukan data, fakta, serta informasi penting lainnya tentang KPGS sebagai bahan menulis laporan. Setiap kelompok menghimpun semua bahan yang didapat dengan mencatatnya pada format pengumpulan data. Bila data-data yang diinginkan telah diperoleh setiap kelompok, seluruh siswa kembali ke kelas. Guru memberi waktu istirahat secukupnya.
 
Kegiatan selanjutnya adalah menyusun kerangka laporan. Setiap kelompok mengembangkan kerangka laporan menjadi sebuah laporan yang lengkap, menyuntingnya berkaitan dengan isi, bahasa, bentuk, serta penggunaan ejaan dan tanda baca. Dalam kegiatan ini, guru menyediakan buku-buku seperti kamus dan tata bahasa baku untuk tiap kelompok, serta melakukan pembimbingan atas permintaan dan pertanyaan siswa.
 
Setelah itu, setiap kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, sementara kelompok lain memperhatikan dan menanggapinya. Berikutnya, setiap kelompok merevisi laporan yang dibuat berdasarkan hasil koreksi konstruktif kelompok lain saat presentasi.
Kegiatan terakhir yaitu siswa dan guru merangkum dan menyimpulkan cara menyusun laporan yang baik dan melakukan refleksi. Refleksi difokuskan pada pentransformasian unsur ekonomi dalam laporan mengenai KPGS Cikajang. Sebagai penghargaan atas capaian prestasi yang diperoleh, hasil kerja seluruh kelompok kemudian dipajang di majalah dinding, lengkap dengan foto-foto dokumentasinya hasil jepretan kamera digital. (Jika tidak memungkinkan, pemajangan dilakukan setelah siswa mengetik ulang dengan format: kertas kuarto, huruf times new roman 12, spasi 1.5).
Tepuk ”Fanatik Fantastik” kembali dikomandokan oleh guru sebagai ungkapan kegembiraan. Siswa dan guru kemudian merancang pembelajaran berikutnya berdasarkan pengalaman pembelajaran saat itu.***




DAFTAR PUSTAKA


Alwasilah, Chaedar. 2001. Pemutakhiran Metode Pembelajaran Bahasa. Makalah Seminar Bersama Pakar Pendidikan di STKIP Garut: tidak diterbitkan.
DePorter, Bobby dan Hernacki, Mike. 2005a. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
DePorter, Bobby dkk. 2005b. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa.
Hamalik, Oemar. 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni.
Hidayat dan Rahmina. 1991. Perencanaan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Binacipta.
Leonhardt, Mary. 2005. 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis. Bandung: Kaifa.
Marno dan Idris. 2008. Strategi dan Metode Pengajaran: Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Efektif dan Edukatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mbak Itadz. 2008. Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana.
__________. 2008. ”Kesadaran Linguistik sebagai Landasan Pemerolehan Bahasa Tulis Reseptif pada Anak Usia Dini,” dalam Efendi (Ed.) 2008, Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Meier, Dave. 2005. The Accelereated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Kaifa.
Mukti, A. dan Sayekti, A. 2003. Pengajaran Berdiferensiasi: Suatu Pendekatan untuk Anak Berbakat. Majalah Gerbang Edisi 4 Tahun III Oktober 2003, halaman 36-38.
Nakosteen, Mehdi. 2003. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Nursisto. 1999. Kiat Menggali Kreativitas. Yogyakarta: PT Mitra Gama Widya.
penapendidikan.com. Belajar Menemukan Makna. [Wednesday, 7 January 2009].
Sudiyana, B. 2008. ”Melek Media: Problematika dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Era Teknologi Informasi,” dalam Efendi (Ed.) 2008, Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sujana, N. 1991. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suwarna dkk. 2006. Pengajaran Mikro: Pendekatan Praktis Menyiapkan Pendidikan Profesional. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Tilaar, H.A.R. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Persfektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Tyasrinestu, Fortunata. 2008. ”Lagu Anak dalam Perkembangan Kognitif Bahasa Anak: Tinjauan Psikologi Musik,” dalam Efendi (Ed.) 2008, Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Zamzani dan Mbak Itadz. 2008. Pedagogik Transformatif. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

This blog contains things related to education and learning. More specifically, it is closely related to Indonesian Language and Literature. You can also participate in appreciating this blog, at least by reading it, taking lessons in it, or making comments. Hopefully it will be useful for enriching insight, loving Indonesian language and literature, and advancing education in Indonesia.

Biasakan berkomentar setelah membuka atau membaca materi di blog ini. Terima kasih.

Antologi Puisi

Ironing the United States (2)

Sumber gambar: https://www.kaskus.co.id/thread/594c4961529a45e3218b4567/wanita-patung-liberty-ternyata-muslimah/ Baren ...