Makalah
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Lingistik
Terapan yang diampu
Dr. Hj. Lina Siti Nurwahidah, M.Pd.
oleh
Baren Barnabas NIM 18882014
Ai Juhanah NIM 18882015
Dina Risvika Candra Kusumah NIM 18881003
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT
PENDIDIKAN INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke Hadirat
Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas kelompok dalam perkuliahan Linguistik Terapan. Di dalamnya
terdapat pembahasan mengenai hal-hal yang bersangkut-paut dengan analisis
kesalahan berbahasa.
Sebagai tim penyusun,
kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, baik
yang berkenaan dengan substansi maupun tata tulisnya. Walaupun demikian, kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat sebagai bahan literasi untuk menambah
wawasan kebahasaan.
Banyak kesulitan
yang kami hadapi saat menyusun makalah ini. Tanpa uluran
tangan dari berbagai pihak, tentu akan sulit untuk merealisasikannya. Oleh sebab itu, dalam
kesempatan ini perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Hj. Lina Siti Nurwahidah, M.Pd., sebagai dosen
pengampu mata kuliah Linguistik Terapan yang selalu menginformasikan, mengarahkan,
membimbing, dan memberikan motivasi.
2.
Rekan-rekan seperjuangan, Mahasiswa
Pascasarjana Angkatan V Bahasa dan Sastra Indonesia IPI yang secara langsung atau tidak langsung telah memberi
motivasi dan masukan
dalam penyusunan makalah ini.
Semoga segala
doa, dorongan, dukungan, bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan oleh semua
pihak di atas mendapat pahala berlimpah dari Allah Swt. Aamiin
yaa Robbal aalamiin.
Garut,
31
Maret 2019
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri atas berbagai
suku bangsa. Hampir setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya sejak ratusan
tahun yang lalu memiliki bahasa ibunya sendiri (B1) sebagai alat komunikasi
dengan sesamanya. Sebagai contohnya, suku Sunda memiliki bahasa Sunda, suku
Jawa memiliki bahasa Jawa, suku Batak memiliki bahasa Batak, suku Minang
memiliki bahasa Minang, suku Dayak memiliki bahasa Dayak, suku Muna memiliki
bahasa Muna, dll. Mengingat bahasa Indonesia secara resmi baru dikukuhkan
melalui ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan, maka
semua suku bangsa yang ada di Indonesia memandang bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua (B2).
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan berbahasa Indonesia yang
dilakukan oleh seluruh penduduk Indonesia atau masyarakat pemakai bahasa,
sering mengalami berbagai kendala. Beberapa kendala tersebut di antaranya
menyangkut keterbatasan penguasaan kosakata, struktur, kebakuan dan
ketidakbakuan kata, serta ejaan.
Sudah
sejak lama slogan “Gunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar” diungkapkan oleh para pakar bahasa Indonesia. Setidaknya, ada tiga maksud yang terkandung dalam slogan yang
sering kita dengar tersebut, yaitu: (1) Gunakanlah bahasa Indonesia baku dengan baik dan benar, (2)
Gunakanlah bahasa Indonesia nonbaku dengan baik dan benar, dan (3)
Gunakanlah bahasa Indonesia baku dan nonbaku dengan baik dan benar.
Untuk mengetahui apakah
bahasa Indonesia sudah digunakan dengan baik dan benar oleh para pengguna
bahasa, perlu dilakukan analisis kesalahan berbahasa. Dengan analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan apakah penggunaan bahasa
Indonesia itu sudah baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik
menurut Moeliono (1988:19) dan Arifin (1993:9) adalah bahasa Indonesia
yang digunakan sesuai dengan norma-norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya,
dalam situasi santai dan akrab seperti di pasar, di warung kopi, di meja makan
saat makan bersama, hendaknya digunakan bahasa Indonesia yang santai, tidak terlalu terikat oleh aturan-aturan atau kaidah-kaidah kebahasaan.
Dalam situasi resmi atau formal, misalnya: dalam kuliah, seminar, pidato, dan
lain-lain hendaknya digunakan bahasa Indonesia ragam formal, yang selalu
memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan. Hal
itu berarti
bahasa Indonesia yang baik hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan, di mana,
kapan, dan dengan siapa bahasa itu digunakan.
Sementara itu, Arifin (1993:10) mengatakan bahwa bahasa Indonesia
yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau
kaidah bahasa yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia meliputi kaidah ejaan,
pembentukan kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, dan kaidah penalaran.
Jika semua kaidah itu ditaati secara saksama dan konsisten, pemakaian bahasa
Indonesia itu dikatakan benar. Bila sebaliknya, pemakaian bahasa itu dianggap
tidak benar. Dengan demikian, bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah
penggunaan bahasa Indonesia yang memperhatikan norma-norma kemasyarakatan atau
situasi yang berlaku. Jika situasi formal, bahasa yang dipakai sesuai dengan
kaidah kebahasaan yang berlaku dan bila situasi nonformal cukup
digunakan ragam santai atau ragam nonbaku.
Kesalahan berbahasa merupakan kesalahan yang berhubungan dengan unsur
kebahasaan yang terdapat pada tulisan karena tidak sesuai dengan kaidah tata
bahasa baku. Kesalahan berbahasa diketahui karena adanya suatu langkah atau prosedur
kerja yang dilakukan oleh seorang peneliti yang ahli dalam bidang bahasa dengan
langkah melakukan identifikasi kesalahan yang berhubungan dengan kebahasaan.
Unsur kebahasaan dalam kesalahan ini adalah fonologi, morfologi, sintaksis,
maupun semantik.
Tarigan
(1997:47) mengatakan bahwa kesalahan berbahasa berhubungan erat dengan
pengajaran bahasa, baik pengajaran bahasa pertama (B1) maupun kedua (B2). Di
mana ada pengajaran bahasa dapat dipastikan di situ terjadi kesalahan
berbahasa. Hal yang sama terjadi pula dalam pengajaran bahasa Indonesia, baik
sebagai pengajaran bahasa pertama (B1) maupun sebagai pengajaran bahasa kedua
(B2). Para guru bahasa Indonesia tentu ingin mengetahui apa sumber dan penyebab
kesalahan tersebut.
Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu prosedur yang digunakan
oleh peneliti maupun guru yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian
kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut,
pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian
atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Jadi, dengan adanya analisis
kesalahan berbahasa ini diharapkan memberikan banyak keuntungan, khususnya yang
berhubungan dengan kegiatan pengajaran bahasa Indonesia (Ellis dalam Tarigan
dan Tarigan, 2011:170).
1.2 Batasan Masalah
Permasalahan analisis kesalahan berbahasa sangat
luas cakupannya. Oleh sebab itu, perlu adanya
pembatasan masalah. Hal ini dimaksudkan agar penyusunan makalah ini menjadi
lebih khusus, jelas, dan terarah.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, penulis membatasi penyusunan makalah ini sebagai
berikut.
1.
Pengertian kesalahan berbahasa.
2.
Pengertian analisis kesalahan berbahasa.
3.
Ragam kesalahan berbahasa.
4.
Taksonomi kesalahan berbahasa.
5.
Tujuan analisis kesalahan berbahasa.
6.
Metodologi analisis kesalahan berbahasa.
7.
Model analisis kesalahan berbahasa.
1.3 Rumusan Masalah
Masalah pada makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1.
Apakah pengertian kesalahan berbahasa?
2.
Apakah pengertian analisis
kesalahan
berbahasa?
3.
Apa saja ragam kesalahan berbahasa?
4.
Apa saja taksonomi kesalahan berbahasa?
5.
Apa tujuan analisis kesalahan berbahasa?
6.
Bagaimana metodologi analisis kesalahan berbahasa?
7.
Bagaimana model analisis kesalahan berbahasa?
1.4 Tujuan Penyusunan
Suatu
kegiatan yang positif tentu memiliki tujuan yang jelas. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1.
Menjelaskan pengertian kesalahan berbahasa.
2.
Menjelaskan pengertian analisis kesalahan berbahasa.
3.
Menguraikan ragam kesalahan berbahasa.
4.
Menguraikan taksonomi kesalahan berbahasa.
5.
Menjelaskan tujuan analisis
kesalahan berbahasa.
6.
Menguraikan metodologi analisis
kesalahan berbahasa.
7.
Menguraikan model analisis kesalahan berbahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa
Banyak linguis yang
memberikan pengertian kesalahan berbahasa. Beberapa di antaranya dapat
dikemukakan sebagai berikut. Dulay, Burt, dan Krashen (1982:277) mengungkapkan
bahwa “Error is a part of a conversation
that deviates from some selected norm of nature language performance” atau
kesalahan merupakan bagian percakapan yang menyimpang dari beberapa norma
bahasa yang dipilih sebagai media komunikasinya.
Kesalahan berbahasa dalam proses pemerolehan dan
pembelajaran merupakan proses yang mempengaruhi siswa dalam
mempelajari bahasa itu. Sebagaimana dikatakan Dulay, Burt, dan Krashen (1982:277) “Error
is a part of a conversation that deviates from some selected norm of nature
language performance”. Kesalahan berbahasa yang dibuat siswa
merupakan suatu bagian belajar yang tidak terhindarkan. Akan tetapi, semakin
tinggi kuantitas kesalahan berbahasa, semakin sedikit tujuan pengajaran bahasa
itu tercapai. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa harus
dikurangi sampai ke batas sekecil-kecilnya. Hal ini dapat dicapai jika guru
pengajar bahasa telah mengkaji secara mendalam segala aspek seluk-beluk kesalahan berbahasa itu.
Menurut
Huda (dalam Indihadi, 2012:3), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa
(anak) yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error).
Corder (1974) menggunakan tiga istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error,
dan (3) Mistake. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda
dalam memandang kesalahan berbahasa
yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat)
selesai dinyatakan selengkapnya. Dalam kegiatan berbahasa lisan, jenis kesalahan ini
diistilahkan dengan slip of the tongue, sedangkan dalam kegiatan berbahasa tulis, jenis kesalahan ini
diistilahkan dengan slip
of the pen. Kesalahan-kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan serta tanpa disadari oleh penuturnya.
2. Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code).
Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa
yang berbeda dari tata bahasa yang lain sehingga berdampak pada kekurangsempurnaan atau
ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa,
terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang
salah.
3. Mistake
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi
tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat
menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan
bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak benar.
Gambaran
perbandingan untuk membedakan karakteristik kesalahan (error) dan
kekeliruan (mistake), disederhanakan oleh Tarigan (1997) dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Perbandingan antara Kesalahan dan Kekeliruan Berbahasa
Perbandingan antara Kesalahan dan Kekeliruan Berbahasa
Kategori Sudut
Pandang
|
Kesalahan
Berbahasa
|
Kekeliruan
Berbahasa
|
1. Sumber
|
Kompetensi
|
Performasi
|
2. Sifat
|
Sistematis, berlaku umum
|
Acak, tidak sistematis, individual
|
3. Durasi
|
Permanen
|
Temporer/sementara
|
4. Sistem Linguistik
|
Sudah dikuasai
|
Belum dikuasai
|
5. Produk
|
Penyimpangan kaidah
Bahasa
|
Penyimpangan kaidah
Bahasa
|
6. Solusi
|
Dibantu oleh guru melalui latihan pengajar remedial
|
Diri sendiri (siswa):
mawas diri, pemusatan
perhatian
|
2.2 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Ellis dalam Tarigan dan Tarigan (2011:60)
mengemukakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja
yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat
dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan
berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan
tersebut.
Sementara itu, Kridalaksana (1982:11)
mengungkapkan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah teknik untuk
mengukur kemajuan belajar dengan mencatat dan mengidentifikasi
kesalahan-kesalahan yang dibuat seseorang atau kelompok.
Di lain pihak, dengan lebih lengkap Pateda (1989:32) berpendapat
bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu teknik untuk mengidentifikasi,
mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis
kesalahan-kesalahan bahasa yang dibuat oleh si terdidik yang sedang belajar
bahasa kedua yang menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan
linguistik.
Sementara itu, Tarigan dan Tarigan (2011:60) mengungkapkan bahwa para
ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan guru bahasa sependapat bahwa kesalahan bahasa
itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena itu, kesalahan
berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa
dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk-beluk itu dikaji secara
mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan inilah yang disebut analisis
kesalahan.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang disampaikan
oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa analisis kesalahan
berbahasa adalah suatu prosedur sistematis yang dilakukan untuk mengkaji, mengidentifikasi, mengklasifikasi, menginterpretasi,
sekaligus mengevaluasi kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh anak.
2.3 Ragam Kesalahan Berbahasa
Rusminto (2011:22) menyatakan bahwa
kesalahan berbahasa sangat
beraneka ragam jenisnya dan dapat dikelompokkan dengan berbagai
cara sesuai dengan cara pandang yang
berbeda-beda. Artinya, setiap cara pandang tertentu akan menghasilkan pengelompokan tertentu
pula. Sudut pandang yang sering digunakan para pakar untuk mengelompokkan
kesalahan berbahasa, antara lain ialah sumber penyebabnya, penampakan struktur lahir, tingkat keteraturan kemunculan, dan pengaruh
struktur kesalahan tersebut terhadap maknanya dalam berkomunikasi.
Richards (dalam Rusminto 2011:22) mengelompokkan kesalahan ke dalam
dua kategori, yaitu (1) kesalahan karena pengaruh unsur bahasa pertama
(kesalahan interlingual) dan (2) kesalahan karena kompleksitas bahasa target
sendiri (kesalahan intralingual). Selanjutnya, Richards membagi kesalahan
intralingual ke dalam empat macam, yaitu (1) overgeneralization, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh
generalisasi unsur-unsur bahasa target secara berlebihan; (2) ignore of rule restrictions, yaitu
kesalahan yang disebabkan pembelajar mengabaikan pembatasan kaidah-kaidah
bahasa target; (3) incomplete application
of rules, yaitu kesalahan penerapan kaidah bahasa target yang tidak
sempurna; dan (4) false concept,
yaitu kesalahan dalam membuat hipotesis terhadap konsep kaidah bahasa target.
Taylor
yang dikutip oleh
Huda dkk. (dalam Rusminto, 2011:22-23) membedakan kesalahan ke dalam lima golongan, yaitu
(1) generalisasi yang berlebihan, yaitu penerapan kaidah bahasa target secara
berlebihan; (2) transfer, yaitu pemindahan unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa
kedua; (3) terjemahan, yaitu kesalahan yang menyebabkan berubahnya jawaban yang
dikehendaki; (4) kesalahan yang tidak diketahui penyebabnya, dan (5)
kesalahan yang tidak perlu dipertimbangkan.
Pendapat yang agak berbeda dikemukakan oleh Selinker (dalam Rusminto, 2011) yang membedakan kesalahan berbahasa ke dalam lima
klasifikasi berdasarkan sumber penyebabnya, yaitu (1) overgeneralization of target rules, yaitu kesalahan karena adanya generalisasi kaidah bahasa target secara
berlebihan; (2) transfer of training,
yaitu kesalahan yang terjadi karena prosedur pembelajaran yang tidak tepat, (3)
strategy of secondlanguage learning,
yaitu kesalahan yang terjadi karena pendekatan yang tidak tepat terhadap kaidah
bahasa kedua yang dipelajari pembelajar; (4) strategy of secondlanguage communication, yaitu kesalahan yang
terjadi karena pendekatan yang dilakukan oleh pembelajar dalam berkomunikasi dengan penutur asli (native speaker) yang tidak tepat; dan (5) language
transfer, yaitu
kesalahan yang terjadi
karena pemindahan unsur-unsur
bahasa pertama yang telah memfosil ke dalam bahasa kedua.
Sementara itu, Corder (dalam Rusminto, 2011:23) secara garis besar membedakan penyebab
kesalahan
berbahasa menjadi tiga klasifikasi, yaitu
(1) transfer, yaitu kesalahan karena pengaruh struktur bahasa pertama;
(2) analogical or overgeneralization errors, yaitu kesalahan yang terjadi karena penerapan
kaidah bahasa target pada konteks yang tidak tepat; dan (3) teaching-induced errors, yakni kesalahan
yang terjadi karena kurang efisiennya proses pembelajaran bahasa target, baik
yang menyangkut materi maupun teknik atau metodologi pembelajarannya.
Di lain pihak, Dulay & Burt; Richards (dalam Tarigan dan
Tarigan 2011:128) menyatakan bahwa ada
empat kategorisasi kesalahan berbahasa berdasarkan struktur
lahirnya yang
diistilahkan dengan “goof”. Keempat kategori kesalahan (goof) tersebut adalah: (1) Interference-like goof, ialah kesalahan yang mencerminkan atau
merefleksikan struktur bahasa ibu atau bahasa asli (native language) dan
yang tidak terdapat pada data
pemerolehan bahasa pertama yang bersasal
dari bahasa target atau bahasa sasaran; (2) L1
developmental goof, yaitu kesalahan
yang tidak mencerminkan atau merefleksikan struktur bahasa ibu, tetapi terdapat pada data pemerolehan bahasa pertama bahasa target atau bahasa sasaran; (3) Ambiguous goof, yaitu kesalahan yang struktur lahirnya dapat dikategorikan sebagai interference-like goofs
maupun sebagai L1 developmental goofs; (4)
Unique goof, yaitu kesalahan yang tidak
mencerminkan atau merefleksikan struktur bahasa pertama (B1) dan struktur
bahasa tersebut tidak dapat dijumpai pada data pemerolehan bahasa target atau
bahasa sasaran.
Berdasarkan keteraturan kemunculannya, Corder (dalam Pateda,1989) mengklasifikasikan kesalahan berbahasa ke dalam tiga klasifikasi, yaitu (1) kesalahan prasistematis (prasystematic errors), ialah kesalahan yang muncul karena tingkat
penguasaan bahasa target masih sangat rendah dan ketidaktahuan perbedaan sistem
bahasa pertama dan bahasa target; (2) kesalahan sistematis (systematic errors), yaitu kesalahan yang
timbul karena pembelajar belum mampu menggunakan kaidah bahasa
target yang dipelajari secara tepat; dan (3) kesalahan pascasistematis (postsystematic errors), yaitu kesalahan
yang terjadi karena penggunaan kaidah yang tidak konsisten, kecerobohan, dan
kelalaian menggunakan kaidah bahasa target.
Burt dan Kiparsky (dalam Rusminto, 2011:25) mengklasifikasikan
kesalahan berbahasa berdasarkan pengaruhnya terhadap keseluruhan makna komunikasi.
Menurutnya, ada dua klasifikasi kesalahan, yaitu (1) kesalahan lokal, yaitu
kesalahan yang struktur lahirnya menyimpang dari kaidah
tertentu, tetapi kesalahan tersebut tidak memengaruhi maksud secara keseluruhan
terhadap komunikasi; dan (2) kesalahan global, yaitu kesalahan yang struktur
lahirnya menyimpang dari kaidah baku dan mengakibatkan ketidakjelasan maksud
kalimat secara keseluruhan.
Chomsky (dalam Tarigan dan Tarigan, 2011:127) mengategorikan kesalahan berbahasa ke dalam dua jenis kesalahan, yaitu (1) kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan,
keletihan, dan kurangnya perhatian. Chomsky menyebutnya sebagai “faktor
performansi”, yaitu kesalahan penampilan, yang dalam istilah asingnya dikenal sebagai “mistakes”, dan (2) kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya
pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa. Chomsky menyebutnya sebagai “faktor
kompetensi”, yaitu kesalahan yang
disebabkan oleh penyimpangan-penyimpangan yang sistematis yang disebabkan oleh
pengetahuan pembelajar yang sedang berkembang mengenai
bahasa keduanya (B2). Dalam istilah asingnya, kesalahan seperti ini disebut sebagai “errors”.
2.4 Taksonomi Kesalahan Berbahasa
Tarigan (2011:129) mengungkapkan bahwa ada empat
taksonomi penting yang perlu kita ketahui, yaitu (1) taksonomi kategori
linguistik, (2) taksonomi siasat permukaan, (3) taksonomi komparatif, dan (4) taksonomi
efek komunikatif. Keempat taksonomi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Taksonomi Kategori Linguistik
Taksonomi
kategori linguistik adalah pembagian kesalahan berbahasa berdasarkan
kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan faktor linguistik. Taksonomi
tersebut mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa berdasarkan komponen
linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi oleh kesalahan, ataupun berdasarkan keduanya.
Ada beberapa keuntungan menggunakan taksonomi kategori linguistik dalam
pengklasifikasian kesalahan berbahasa, yaitu (1) bagi para pengembang
kurikulum, untuk menyusun pelajaran-pelajaran bahasa dalam buku pelajaran
bahasa, dan buku kerja siswa; (2) bagi para peneliti, taksonomi kategori linguistik
bermanfaat dalam mengorganisasikan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan di
dalam membuat laporan penelitian; dan (3) bagi para guru dan siswa, untuk
merasakan bahwa mereka telah mencakup aspek-aspek bahasa tertentu di dalam
kelas mereka.
2.
Taksonomi Siasat Permukaan
Taksonomi
siasat permukaan menyoroti kesalahan berbahasa berdasarkan cara struktur
permukaan berubah. Rusminto (2011:26) mengklasifikasikan kesalahan berbahasa
berdasarkan Taksonomi Siasat Permukaan (Surface
Strategy Taxonomy) ke dalam empat kelompok, yaitu (1) kesalahan
penghilangan (omission), yaitu
kesalahan yang disebabkan oleh ketidakhadiran butir yang seharusnya ada dalam
satuan bahasa tertentu; (2) kesalahan penambahan (addition), yaitu kesalahan yang disebabkan oleh hadirnya suatu
butir atau unsur yang seharusnya tidak diperlukan dalam satuan bahasa tertentu;
(3) kesalahan pembentukan (misformation),
yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pembentukan suatu konstruksi satuan bahasa
tertentu yang tidak tepat; dan (4) kesalahan pengurutan (misordering), yaitu kesalahan yang disebabkan oleh penempatan atau
pengurutan unsur-unsur tertentu yang tidak tepat.
3.
Taksonomi Komparatif
Rusminto
(2011:26) mengatakan bahwa Taksonomi Komparatif (Comparative Taxonomy) didasarkan pada kesalahan bahasa kedua dan
tipe-tipe konstruksi lainnya. Sebagai contoh, jika seorang peneliti ingin
mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan pembelajar bahasa Indonesia yang
berbahasa pertamanya bahasa Jawa, peneliti dapat membandingkan struktur kesalahan
pembelajar tersebut dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa
Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Indonesia. Berdasarkan Taksonomi
Komparatif ini, kesalahan berbahasa dapat diklasifikasikan ke dalam empat
klasifikasi, yaitu: (1) kesalahan perkembangan, (2) kesalahan interlingual atau
kesalahan interferensi, (3) kesalahan taksa (ambiguous errors), dan (4) kesalahan-kesalahan lainnya (kesalahan
unik/unique errors).
4.
Taksonomi Efek Komunikatif
Jika
taksonomi siasat permukaan dan taksonomi komparatif memusatkan perhatian pada
aspek-aspek kesalahan itu sendiri, maka taksonomi efek komunikatif memandang
serta menghadapi kesalahan-kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak
atau pembaca. Pusat perhatian tertuju pada perbedaan antara kesalahan-kesalahan
yang seolah-olah menyebabkan salah komunikasi (miscommunication) dan yang tidak menyebabkan salah komunikasi
(Tarigan dan Tarigan, 2011:148).
Selanjutnya,
Burt dan Kiparsky (dalam Tarigan dan Tarigan, 2011:148) menjelaskan bahwa
berdasarkan terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan yang
ada, maka dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu: (1) kesalahan global (global errors), dan (2) kesalahan lokal
(local errors).
2.5 Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa
Analisis kesalahan merupakan usaha
membahas kebutuhan-kebutuhan praktis guru kelas. Secara tradisional, analisis
kesalahan bertujuan untuk menganalisis kesalahan-kesalahan berbahasa yang
dilakukan oleh pembelajar bahasa kedua. Hasil analisis ini diharapkan dapat
membantu guru dalam hal menentukan urutan bahan pengajaran, memutuskan
pemberian penekanan, penjelasan dan praktik yang diperlukan, memberikan remedial
dan latihan-latihan, dan memilih butir-butir bahasa kedua untuk keperluan tes
profisiensi pembelajar (Sudiana, 1990:103).
Senada dengan
Sudiana, Shidar (dalam Tarigan dan
Tarigan, 2011:69) merumuskan tujuan analisis kesalahan berbahasa,
yakni untuk: (1) menentukan urutan penyajian hal-hal yang diajarkan dalam kelas dan buku teks, misalnya urutan mudah-sulit; (2) menentukan urutan jenjang relatif
penekanan, penjelasan, dan latihan berbagai hal bahan yang diajarkan; (3) merencanakan latihan dan pengajaran remedial; (4) memilih hal-hal bagi pengujian kemahiran siswa.
Khusus
untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk (1) menentukan urutan
sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan, (3)
memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang tepat untuk
mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).
Sementara
itu, Corder (dalam Baradja, 1990:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu
mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang
bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan
tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar
bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian
menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses
belajar-mengajar yang dilakukan.
Dengan
memperhatikan paparan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis
kesalahan tentu harus memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus
paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku, misalnya tentang kebakuan
pelafalan, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini,
guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.
Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih
pengetahuan dan pemahaman tata bahasa.
Kekhilafan adalah suatu hal yang
wajar dan selalu dialami oleh anak (siswa) dalam proses pemerolehan dan
pembelajaran bahasa kedua. Hal itu merupakan implikasi logis dari proses
pembentukan kreatif siswa (anak). Menurut Corder dan Richards (dalam Indihadi, 2012:3)
mempelajari kekhilafan minimal ada tiga informasi yang akan diperoleh guru
(pengajar) bahasa, yakni:
1.
Kekhilafan berguna untuk
umpan balik (feedback), yakni tentang seberapa jauh jarak yang harus
ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan serta hal apa (materi) yang masih
harus dipelajari oleh anak (siswa).
2.
Kekhilafan berguna
sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau penelitian tentang bagaimana
seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa.
3.
Kekhilafan berguna
sebagai masukan (input), bahwa kekhilafan adalah hal yang tidak
terhindarkan dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan merupakan salah satu
strategi yang digunakan oleh anak untuk pemerolehan bahasanya.
Dari
beberapa rumusan di atas, dapat dikatakan bahwa analisis kesalahan dapat
membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan,
sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah
menemukan kesalahan-kesalahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar
yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat
menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran
bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan
dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi
belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian
bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.
2.6 Metodologi Analisis Kesalahan Berbahasa
Parera (1987:53) telah menyusun metodologi analisis kesalahan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1.
Pengumpulan data dari karangan-karangan siswa atau dari
hasil ujian.
2.
Identifikasi kesalahan baik yang mendapatkan perhatian
khusus dengan tujuan tertentu maupun penyimpangan secara umum.
3.
Klasifikasi atau pengelompokan kesalahan.
4.
Pernyataan tentang frekuensi tipe kesalahan.
5.
Identifikasi lingkup kesalahan dalam bahasa ajaran.
6.
Usaha perbaikan.
2.7 Model Analisis Kesalahan Berbahasa
Model analisis kesalahan berbahasa terbagi menjadi
empat. Keempat model tersebut merujuk pada analisis kesalahan berbahasa bidang
fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Kesemuanya itu dapat diuraikan
sebagai berikut.
1. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Fonologi
a.
Kesalahan Ucapan
Kesalahan ucapan ialah kesalahan mengucapkan kata
sehingga menyimpan dari ucapan baku, bahkan dapat menimbulkan perbedaan makna.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh kesalahan berbahasa dalam bidang
fonologi.
(1) Fonem /e/(pepet) diucapkan menjadi /é/
taling
Contoh: émpat – empat, énam – enam.
(2)
Fonem /é/ (taling) diucapkan menjadi /e/ (pepet)
Contoh:
lecet-lécét (berair, luka, terkelupas kulit), teras-téras (lantai pada bagian depan rumah).
(3)
Fonem /i/ diucapkan menjadi /é/(taling)
Contoh:
éndonesia-indonesia, kaédah-kaidah.
(4)
Fonem /é/ (taling) diucapkan menjadi /i/
Contoh:
difinisi-définisi, difinitif-définitif (sudah pasti, bukan untuk
sementara)
(5)
Fonem diftong /au/ diucapkan menjadi /o/
Contoh:
oditorium-auditorium, otopsi-autopsi (pembedahan tubuh mayat)
(6)
Fonem /c/ diucapkan menjadi /sé/
Contoh:
wese-wecé (WC) water closet, ase-acé (AC) air conditioning
(7)
Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/
Contoh:
perba-verba (kata kerja)
(8)
Fonem /u/diucapkan menjadi /w/
Contoh:
kwalitas-kualitas (tingkat baik buruknya sesuatu)
(9)
Fonem /f/ diucapkan menjadi /p/
Contoh:
paedah-faedah (guna, manfaat), pajar-fajar (cahaya kemerah-merahan waktu
matahari akan terbit).
b. Kesalahan Ejaan
Kesalahan
ejaan ialah kesalahan menuliskan kata dan kesalahan menggunakan tanda baca.
(1)
Kesalahan penulisan kata
Contoh:
Salah
|
Benar
|
tanggungjawab
|
tanggung
jawab
|
meski pun
|
meskipun
|
bagaimana pun
|
bagaimanapun
|
rumah mu
|
rumahmu
|
mengenengahkan
|
mengetengahkan
(membawa ke tengah)
|
(2)
Kesalahan penggunaan tanda baca
Contoh:
Salah
|
Benar
|
BAB. X. PERNIKAHAN
|
BAB
X PERNIKAHAN
|
10.1. Rukun Nikah
|
10.1 Rukun Nikah
|
Ia tidak pergi kuliah, karena sakit.
|
Ia
tidak pergi kuliah karena sakit.
|
2.
Model Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Morfologi
Menurut
Tarigan (1997:12), kesalahan morfologi adalah kesalahan pemakai bahasa yang disebabkan salah memilih afiks, salah
menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk, dan salah memilih bentuk
kata. Sedangkan menurut Pateda (1989:12), kesalahan morfologi
adalah kesalahan pada bidang tata bentuk kata. Hal ini menyangkut masalah kosakata.
Kesalahan morfologi juga menyangkut kesalahan penggunaan afiks, kesalahan
penggunaan kata ulang, dan kesalahan kata majemuk.
a.
Salah menentukan bentuk asal. Contoh: himbau - imbau,
telor - telur.
b.
Fonem yang luluh tidak diluluhkan. Contoh: mentabrak - menabrak,
mentertawakan - menertawakan.
c.
Fonem yang tidak luluh diluluhkan. Contoh: memitnah - memfitnah, memotokopi - memfotokopi.
d.
Penulisan morfem yang salah. Contoh: non Islam
seharusnya non-Islam
e.
Kata majemuk yang ditulis terpisah.
Contoh: mata hari - matahari, tanggungjawab – tanggungjawab.
3.
Model Analisis Kesalahan dalam Sintaksis
Kesalahan sintaksis adalah kesalahan berbahasa
ditinjau dari segi kalimat, seperti kesalahan menyusun kalimat, kesalahan
penggunaan konjungsi, menggunakan kalimat yang tidak efektif, dan menghilangkan
bagian kalimat tertentu Pateda (1989:58) menyatakan bahwa kesalahan pada daerah
sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada morfologi karena kalimat berunsurkan kata-kata. Itu sebabnya, daerah kesalahan sintaksis berhubungan
dengan kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat ambigu, kalimat yang tidak
jelas, diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat, kalimat mubazir, kata
serapan yang digunakan di dalam kalimat, dan logika kalimat.
4.
Model Analisis Kesalahan dalam Leksikon
Kesalahan leksikon adalah kesalahan berbahasa yang
berhubungan dengan kosakata, yaitu kesalahan memakai kata yang tidak atau
kurang tepat, termasuk pemakaian kata yang tidak baku. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesalahan leksikon
adalah kesalahan berbahasa yang berhubungan dengan pemakaian kosakata yang tidak
atau kurang tepat dan tidak baku. Gejala hiperkorek
dan pleonasme merupakan contoh kesalahan leksikon.
a.
Hiperkorek
Hiperkorek
merupakan kesalahan berbahasa yang terjadi akibat membetul-betulkan kata yang
sudah betul akhirnya menjadi salah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
hiperkorek adalah tindakan yang bersifat menghendaki kerapian dan kesempurnaan
yang sangat berlebihan sehingga hasilnya malah menjadi sebaliknya.
Contoh:
Benar
|
Hiperkorek
|
utang
|
hutang
|
insaf
|
insyaf
|
pihak
|
fihak
|
jadwal
|
jadual
|
asas
|
azas
|
b.
Pleonasme
Contoh:
(1)
Penggunaan dua
kata yang bersinonim dalam satu kelompok kata.
Contoh:
Zaman dahulu (benar)
Dahulu kala (benar)
Zaman dahulu kala (pleonasme)
(2)
Bentuk jamak
yang dinyatakan dua kali.
Contoh:
Ibu-ibu (benar)
Para ibu (benar)
Para ibu-ibu (pleonasme)
(3)
Penggunaan kata
tugas (keterangan) yang tidak diperlukan karena pernyataannya sudah jelas.
Contoh:
Maju (benar)
Maju ke depan (pleonasme)
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dalam
analisis
kesalahan berbahasa, dibahas masalah kesalahan berbahasa (error) dan kekhilafan atau kekeliruan berbahasa (mistake). Kesalahan berbahasa mengacu pada penyimpangan kaidah (struktur atau tata bahasa)
bahasa yang baku, sedangkan kekhilafan atau kekeliruan mengacu pada
penyimpangan tataran strategi performasi bahasa.
Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur
sistematis yang dilakukan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi,
menginterpretasi, sekaligus mengevaluasi kesalahan-kesalahan berbahasa yang
dilakukan oleh anak. Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap tataran
linguistik (kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi dalam tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, wacana, dan semantik. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan kesalahan itu terjadi dalam taksonomi kategori linguistik, taksonomi strategi
performasi, taksonomi komparatif, dan taksonomi efek komunikasi.
Analisis kesalahan berbahasa bertujuan
untuk menentukan urutan penyajian butir-butir yang diajarkan, menentukan
urutan jenjang relatif penekanan, merencanakan latihan dan pengajaran remedial,
dan memilih butir-butir bagi pengujian kemahiran siswa.
Adapun
metodologi
analisis kesalahan dapat dilakukan
dengan prosedur yang dimulai dengan pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan, pengklasifikasian atau pengelompokan kesalahan, pernyataan
tentang frekuensi tipe kesalahan, pengidentifikasian lingkup kesalahan dalam bahasa ujaran, serta usaha perbaikan atau evaluasi.
3.2
Saran
Berdasarkan
pemahaman pada uraian di atas, saran yang dapat kami ajukan adalah sebagai
berikut.
1.
Bagi guru
a.
Seyogianya
menguasai ilmu kebahasaan/bahasa Indonesia dan hal-hal yang bersangkut-paut
dengannya serta memberi teladan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
b.
Hendaknya memberikan pengetahuan yang memadai tentang jenis,
sebab, dan contoh kesalahan berbahasa. Para guru juga
sebaiknya melakukan analisis kesalahan berbahasa para siswanya. Dengan upaya
tersebut, diharapkan tujuan analisis kesalahan berbahasa dapat dicapai secara optimal dan pengajaran bahasa dapat
memprediksi kesulitan dan kesalahan siswa dalam berbahasa.
c.
Hendaknya
tidak membiarkan bila menemukan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa, tetapi
harus segera ditangani dengan melakukan tindakan pembetulan
yang bijak dan tepat.
2.
Bagi peneliti
sebaiknya secara berkesinambungan melakukan kegiatan penelitian mengenai kesalahan berbahasa
untuk mengetahui kemungkinan bentuk-bentuk baru kesalahan berbahasa. Hal ini karena bahasa itu selalu mengalami perkembangan yang diikuti
pula dengan kesalahan dalam berbahasa seiring dengan perkembangan
masyarakat pengguna bahasa itu sendiri.
3.
Bagi
rekan-rekan mahasiswa hendaknya lebih intensif melakukan diskusi yang membahas masalah kesalahan berbahasa dan hal-hal yang bersangkut-paut
dengannya agar lebih paham dan dapat meminimalisasi terjadinya kesalahan berbahasa
tersebut.
4.
Bagi
pemerintah/pemangku kebijakan hendaknya memberi teladan saat berkomunikasi
dalam forum resmi/rapat/wawancara dengan media dan/atau berdialog di televisi dengan
senantiasa berupaya untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Selain
itu, seyogianya pemerintah juga dapat melindungi dan menjunjung tinggi bahasa
Indonesia dengan menjadikannya bahasa yang paling utama di negaranya sendiri.
Sebagai contoh kecil: papan nama kantor, instansi, perusahaan, hotel, toko,
pusat perbelanjaan, rambu lalu lintas, plakat, poster, spanduk, iklan, dll.
harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Z. (2006). Cermat Berbahasa Indonesia.
Jakarta: Akapress.
Baradja,
M. F. (1990). Kapita Selecta Pengajaran
Bahasa. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Corder,
S. P. dan Allen, J.P.B. (1974). Techniques
in Apllied Linguistics. New York: Oxford University Press.
Dulay,
H., Burt, M., dan Krashen, S. (1982). Language
Two. New York: Oxford University Press.
Effendi,
S. (1995). Panduan Berbahasa Indonesia
dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Indihadi,
D. (2012). Bahan Belajar
Mandiri Analisis Kesalahan
Berbahasa. (Daring). Tersedia: http://file.upi.edu/Direktorat/dual-modes/pembinaan_bahasa_indonesia_sebagai_bahasa_kedua/10_BBM_8.pdf. (Minggu, 17 Maret 2019).
Kridalaksana,
H. (1982). Kamus Linguistik. Jakarta:
PT Gramedia.
Moeliono, A. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Nurhadi
dan Roekhan (eds.). (1990).
Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua. Malang: Sinar Baru.
Parera,
J. D. (1987). Linguistik Edukasional:
Pendekatan, Konsep dan Teori Pengajaran Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Pateda, M. (1989). Analisis Kesalahan. Flores: Nusa Indah.
Rusminto,
N. E. (2011). Analisis Kesalahan
Berbahasa (Sebuah Kajian Keterampilan Berbahasa pada Anak-anak).
Bandarlampung: Universitas Lampung.
Sudiana,
I. Ny. (1990). “Analisis Kekhilafan dalam Belajar Bahasa Kedua” dalam Noerhadi dan
Roekhan (eds.), Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua. Malang: Sinar Baru.
Tarigan,
Dj. (1997). Analisis Kesalahan Berbahasa.
Jakarta: Depdikbud.
Tarigan,
H. G. dan Tarigan, Dj. (2011). Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
This blog contains things related to education and learning. More specifically, it is closely related to Indonesian Language and Literature. You can also participate in appreciating this blog, at least by reading it, taking lessons in it, or making comments. Hopefully it will be useful for enriching insight, loving Indonesian language and literature, and advancing education in Indonesia.
Biasakan berkomentar setelah membuka atau membaca materi di blog ini. Terima kasih.